Home Foto Teater Teater Bali
Kami menerima Naskah, Komentar, Tulisan, Artikel dan sejenisnya. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com
Google

Lawan Catur

Jumat, 12 September 2008

LAWAN CATUR
Karya Kenneth Arthur
Terjemahan WS RENDRA
Diketik ulang oleh Giri Ratomo


SAMUEL
Bagaimana, Antonio ( tersenyum ) Rupanya kau telah kehilangan kecerdikanmu

ANTONIO
Sebentar,Yang Mulia

SAMUEL
Pionnya barangkali..

ANTONIO
Bukan ( main ) Nah… sudah

SAMUEL
Aha ! Begitu ? Bagus…bagus…! Kecerdikanmu telah kembali bukan ?

ANTONIO
Apakah waktunya sudah habis, Yang Mulia ?

SAMUEL
Belum. Kita masih punya waktu 10 menit untuk permainan ini.

ANTONIO
Yang Mulia sudah bosan main catur rupanya…

SAMUEL
Tidak. Aku tidak pernah bosan main catur. Dengar, Antonio. Apabila aku bosan main catur, itu artinya aku bosan hidup.permainan catur adalah tantangan bagi ketajaman otak dan kekuatan sikap jiwa manusia : sebagaimana taktik cinta, taktik perang, politik dan lain sebagainya. Apabila permainan caturku buruk, aku akan berhenti jadi Menteri Urusan Kepolisian. Kita orang pemerintah tidak hanya meletakkan nyawa dalam kekuatan tangan kita, namun juga harus mengasah kepala untuk menjalankan tugas seefektif mungkin. Kita harus tetap menjaga agar sempurna, persis geraknya, licin jalannya. Ya…ya..begitulah caranya kita mengabdi pada pekerjaan kita. Apabila mesin – mesin dalam kepala kita mogok atau macet, kita tak pula lagi berarti apa-apa.

ANTONIO
Tetapi pikiran Yang Mulia melayang agaknya…

SAMUEL
Begitukah ? baiklah, baik ( main dengan cepat ) Nah..lawanlah ini kalau kau bisa.

ANTONIO
Sebuah gerakan yang dapat menyelamatkan Raja Yang Mulia…

SAMUEL
Kau rasakan sekarang. Aku melamun, aku bermimpi, pikiranku melayang dan kemudian datang gerakan secepat kilat. Ketangkasan taktik pada lintasan akal sekejap itulah letak kekuatannya.

ANTONIO
Itu namanya inspirasi, Yang Mulia !

SAMUEL
Mungkin. Tetapi di balik inspirasi itu kita tidak boleh melupakan taktik permainan.

Verka masuk

VERKA
Apakah Yang Mulia memanggil saya ?

SAMUEL
Apakah ada orang yang bernama Oscar Yakob ?

VERKA
Seseorang yang bernama Oscar Yakob membawa surat keterangan dari yang mulia, menunggu di ruang sekretaris.

SAMUEL
Saya memperkenankan kau membawanya kemari 10 menit lagi.

VERKA
Harap dimaafkan, Yang Mulia. Tuan Sekretaris mohon bertanya apakah perintah yang diberikan Antonio memang benar ?

SAMUEL
Perintah apa ?

VERKA
Bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu tak perlu di geledah ?

SAMUEL
Tak ada alasan untuk menggeledah orang itu ( Verka pergi )
Giliranmu main Antonio. Kita masih punya waktu dua menit untuk main catur dan satu menit untuk tanya jawab.


ANTONIO
Ahaa …saya dapat menskak mat Yang Mulia dalam lima langkah.

SAMUEL
Tapi dua menit sudah habis. Sekarang katakanlah, apakah agen-agenmu tidak salah dalam mengusut keterangan mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu ?

ANTONIO
Sangat pasti, Yang Mulia. Saya mohon kepada Yang Mulia kemarin, karena telah diketahui oleh agen-agen saya bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu masuk kompotan anti pemerintah, dan dia mendapat tugas dari pimpinannya untuk membunuh Yang Mulia. Dua orang bawahannya telah kami tangkap dua minggu yang lalu, dan yang tak mesti diragukan lagi adalah mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu. Laporan mengenai sejarah hidupnya, sejak dia lahir sampai sekarang telah kami serahkan kepada Yang Mulia. Tentu Yang Mulia telah memahaminya.

SAMUEL
Ya… ya…riwayat hidupnya telah kuhapal di luar kepala. Meskipun begitu, aku telah menganugerahkan kepadanya untuk mewawancaraiku secara pribadi. Juga telah aku perintahkan dengan tegas untuk tidak menggeledahnya. Singkatnya, aku telah melakukan pekerjaan yang sangat tolol, bukan ?

ANTONIO
Saya tidak berhak meragukan kebijaksanaan Anda, Yang Mulia

SAMUEL
Ah ..?! kau tak berhak meragukan kebijaksanaanku ? tapi dalam hati kau meragukannya. Aku melihat semua itu di balik pandangan matamu ketika kau berkata dalam hati : ”Yang Mulia SAMUEL Glaspel, dibalik omongannya yang manis, sudah tidak seperti biasanya lagi. Dia telah mundur. Dia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya !” Apa kau kira aku takut ?

ANTONIO
Yang Mulia…

SAMUEL
Terus terang, aku sendiri kadang-kadang berpikir begitu. Bahwa sekali waktu tak akan ada lintasan akal yang muncul seperti kilat, dan bahwa aku akan dibikin skak-mat untuk selama-lamanya. Itulah sebabnya kau kusuruh kemari untuk berjam jam main catur denganku. Aku sangat terganggu untuk melakukan permainan dengan..Oscar Yakob itu.

ANTONIO
Jadi, Yang Mulia punya alasan pasti untuk bertemu dengan orang itu ?

SAMUEL
Toh, kau tak akan bisa memahami alasanku ini.

ANTONIO
Orang itu ditugaskan untuk membunuh Yang Mulia

SAMUEL
Biarlah…

ANTONIO
Tapi dalam hal ini saya mengusulkan kepada Yang Mulia…untuk…tentu akan lebih aman apabila…

SAMUEL
Cukup ! Jangan bicara padaku seperti anak kecil. Aku tahu apa yang tengah kau pikirkan. SAMUEL Glaspel tidak seperti biasanya, ia telah kehilangan. Ia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya. Ia telah lamban dan ia butuh dijaga..Nah,.. waktunya telah habis. Kau kerjakan saja apa yang telah kutugaskan kepadamu. Jangan lebih dari itu.

ANTONIO
Apakah papan caturnya harus saya singkirkan, Yang Mulia ?

SAMUEL
Jangan..jangan disentuh ataupun diubah. Kita akan menyelesaikannya nanti ( Antonio berdiri ragu-ragu ) Nanti kau akan ku panggil dengan bel. Baiklah. Kulihat kau akan berkata sesuatu. Kau kira permainan kita tak dapat dilanjutkan ? kita lihat saja nanti.

ANTONIO
Saya mohon kepada Yang Mulia agar….

VERKA MASUK BERSAMA OSCAR YAKOB

VERKA
Oscar Yakob menghadap....

OSCAR YAKOB DATANG DENGAN GAGAH

SAMUEL
Ooo..begitu ? Jadi kau yang bernama Oscar Yakob itu ? Bagus..bagus…begitu …!

OSCAR
Ya, saya Oscar Yakob

SAMUEL
Bois nastardas, Oscar Yakob.

OSCAR
Bois nastardas, Samuel Glaspel.

SAMUEL
Ternyata begitu sukar menjumpai saya, bukan ? Sukar bertemu muka dengan Samuel Glaspel !

OSCAR
Tidak sesukar sebagaimana yang saya bayangkan, Yang Mulia.

SAMUEL : ( KEPADA ANTONIO DAN VERKA )
Nah..apalagi yang kalian tunggu ? Orang ini mempunyai sesuatu yang penting yang mesti disampaikan, tapi dia sepertinya seorang yang pemalu. Dihadapan orang banyak, tampaknya dia tidak bisa berkata apa-apa.

ANTONIO
Yang Mulia…Saya akan menanti di koridor.

SAMUEL
Nonsens. Nonsens…! Pergilah ke taman, carilah inspirasi untuk permainan kita nanti. Ayo, pergilah !

ANTONIO DAN VERKA PERGI

SAMUEL : ( PADA OSCAR YAKOB )
Saya ingin memandangmu baik-baik

OSCAR YAKOB CURIGA

SAMUEL
Ah..tidak ada orang lain yang mengintai kita. Kamar ini letaknya paling ujung dan berada di pojok bangunan. Di belakang, tak ada apa-apa selain jendela. Tak ada balkon dan tak ada lemari. Bukalah pintu dari mana kau tadi masuk. Tak ada orang di koridor. Boleh kau kunci jika kau menghendakinya..! Nah, kita tidak akan diganggu lagi. Baiklah, sekarang duduklah dan katakan apa yang kau inginkan.

OSCAR TAK BISA BERKATA APA-APA

SAMUEL
Tiba-tiba jadi bisu, ya ? Tak tahu bagaimana memulainya. Kemalu-maluan atau bagaimana ?

OSCAR
Tidak. Saya berkata dalam hati.

SAMUEL
Ah.. berkata dalam hati.

OSCAR
Saya bertanya dalam hati, mengapa Yang Mulia memberi kesempatan ini.

SAMUEL
Kesempatan ?!

OSCAR
Kesempatan saya untuk membunuh Yang Mulia.

SAMUEL
Begitu ? Kau mau membunuh saya ! jadi itukah soalnya ?! Baiklah. Dari tadipun saya sebenarnya sedang memikirkan hal itu, sekarang tentu saja saya menjadi lebih yakin lagi. Bagus. Nah, teruskanlah !

OSCAR ( TENANG DAN BIASA )
Tuhan menyerahkan anda ke tangan saya.

SAMUEL
Bah ! Janganlah Tuhan kita itu kita ikut-ikutkan. Buang kalimat tolol dan omong kosong itu. Saya sangsi, apakah Tuhan masih punya perhatian terhadap orang macam kita. Sayalah yang menyerahkan diri saya sendiri kepadamu. Persoalannya tidak lebih dari itu. Sebetulnya gampang saja saya bisa menjebakmu. Tapi tidak. Bahkan tak perlu sebenarnya pistolmu itu kau sembunyikan di balik kantongmu.

OSCAR ( SINIS )
Yang Mulia rupanya bersuka hati.

SAMUEL
Bukan, bukannya bersuka hati. Saya hanya tergoda ingin tahu, bagaimana kau memainkan pistolmu itu. Nafsu ingin tahu ini begitu meluap-luap barangkali. Keluarkan barang itu, Oscar Yakob. Silahkan !

OSCAR
Yang Mulia, ini mendebarkan hati kita berdua.

SAMUEL
Dan mengharukan, begitu ? Ya.. begitu mengharukan hati. Bagus, bagus Oscar Yakob.

OSCAR ( MENGELUARKAN PISTOL )
Jauhkan tangan anda dari bel itu. Dengan segala hormat Yang Mulia Samuel Glaspel.

SAMUEL
Saya tak akan melakukannya. Kau takut mereka akan datang kemari kalau saya menekan bel ini, bukan ? Tidak… Apa saya terlalu tolol mengira kau takut ? Baiklah, baiklah. Kalau tangan ini saya gerakan, kau tentu akan menembak.

OSCAR
Ya !

SAMUEL
Nah, teruskanlah, saya tidak akan melakukannya.

OSCAR
Tak akan ada seorang pun di atas bumi ini yang akan bisa menyelamatkan Anda, Samuel Glaspel !

SAMUEL
Demikian juga halnya denganmu, Sobat. Kau toh tak akan bisa meninggalkan ruangan ini dengan selamat…ya..dalam keadaan sehat wal afiat.

OSCAR
Saya akan mencoba keluar dengan selamat, Samuel Glaspel.

SAMUEL
Tidak. Itu terlalu berlebihan rasanya. Saya memang membiarkan kau masuk, tapi saya tidak akan membiarkan kau keluar. Kau akan kehilangan kawan yang berguna, Oscar Yakob !

OSCAR
Yang Mulia !


SAMUEL
Begitu ?! Sinting sekali. Saya pikir orang-orang sejenismu membenci saya. Atau barangkali, kau hanya menjilat dengan cara menunjukkan perasaanmu itu ? Boleh. Jilatlah dengan caramu.

OSCAR
Tak ada hasrat untuk menjilat Anda.

SAMUEL
Ah, begitu ? Jadi saya akan menjalani sesuatu tanpa dijilat dahulu ?

OSCAR
Perasaan pribadiku tak turut campur apa-apa dalam urusan ini. Aku alat Tuhan.

SAMUEL
Lagi-lagi begitu. Apa hubungannya semua ini dengan Tuhan ? O, ya, apa kebetulan kau pandai main catur ?

OSCAR
Kenapa anda bertanya begitu ( GELISAH, GUGUP )

SAMUEL
Sebab kau telah menengahi permainan catur saya itu. Antonio tadi mengancam saya untuk menskak mat dalam lima langkah. Tapi tidak, tidak semudah itu, Oscar Yakob.

OSCAR
Saya telah cukup mendengar anda melucu, Samuel Glaspel.



SAMUEL
Jadi kau tak bisa bermain catur ? baiklah, saya telah berjanji untuk meneruskan permainan itu nanti. Coba saja kita lihat nanti.

OSCAR
Tentu saja Yang Mulia berhak mempunyai suatu kehendak.

SAMUEL
Sudah saya katakan kepadamu, kalau kau telah bosan dengan wawancara ini, terserah padamu untuk mengakhirinya. Apalagi yang kau tunggu ? Kenapa kau jadi lamban ?

OSCAR
Apakah Yang Mulia tidak ingin berdoa ?

SAMUEL
Berdoa ? Siapa yang ingin mendengarkan doa dari orang macam saya ? Tidak ! saya lebih suka bicara.

OSCAR
Terserah kepada Yang Mulia.

SAMUEL
Ya, kita akan bicara sampai terkumpul keberanianmu untuk melaksanakan tugasmu itu.

OSCAR ( PEMBERONTAK YANG GAGAH )
Tak perlu keberanian untuk menyelesaikan orang macam Anda.

SAMUEL ( TENANG DAN YAKIN )
Orang akan membutuhkan keberanian biar untuk membunuh seekor tikus sekalipun.

OSCAR
Samuel Glaspel, saya adalah orang yang terpilih !

SAMUEL
Oo..begitu ? Jadi pilihan jatuh kepadamu. Suatu kehormatan. Suatu keistimewaan. Kau menganggapnya begitu, bukan ? Dan sebagai seorang pemeberontak kau punya cita-cita politik, bukan ?

OSCAR
Saya tak punya cita-cita politik.

SAMUEL
Tak punya cita-cita politik ? Oo.. begitu ! dan juga tak ada kebencian perseorangan. Lalu apa ? Coba ceritakan padaku.


OSCAR
Saya seorang petani, bapak saya seorang petani, dan kakek saya juga seorang petani. Anda seorang bangsawan, nenek anda seorang bangsawan dan pangeran. Ini adalah masalah penderitaan dan perbudakan melawan sejarah kekejaman dan penindasan. Saya tak akan peduli. Hari ini saya hanya memikirkan hari kemarin dan hari yang akan datang. Tindakan anda selalu sangat kejam dan keras, tak usah diragukan lagi, itu pun saya tak peduli. Saya tak akan menurut campurkan semua itu dalam hal ini. Bahkan penderitaan saya sendiripun tidak saya libatkan. Semuanya tak berarti telah mendorong saya untuk melakukan perbuatan ini. Anda dan saya tak cukup berarti apa-apa. Ini adalah kasta melawan kasta. Saya menggabungkan diri dalam partai revolusioner, betul ! Anda menamakan saya agen mereka, ya ! Meskipun saya tak tahu cita-cita mereka untuk negara ini. Saya tak mempedulikannya, saya hanya mengerti bahwa gerombolan pada siapa saya bergabung, adalah perjuangan yang mewakili gelora hati saya. Saya menuruti mereka karena saya merasa berhak untuk mendendam darah dan kelahiran saya.

SAMUEL
Yah..kau orang fanatik.

OSCAR
Adalah hukum alam bahwa saya melawan anda.

SAMUEL
Ahaa…jadi secara alam kau memusuhi saya ? sejarah penindasan melawan sejarah penindasan, begitu ? Hari ini kau telah melupakan segala-galanya, bukan ? Duka deritamu yang tak seberapa, dan kekejaman yang juga tak seberapa, kau anggap tak perlu diperdulikan ? kau hanya berpendapat, dirimu tak lebih dari tangan dendam satu kasta terhadap kasta lain. Oh..kau digerakkan debu-debu bangkai nenek moyang, bukan ? Kau memukul udara dengan gada asap. Kau terjerumus ke dalam kedangkalan dan kepicikan. Apa yang kau kerjakan kini adalah hinaaan yang fanatik terhadap keadilan.

OSCAR
Tanganku sudah gatal, Samuel Glaspel ! ( MENGANCAM )

SAMUEL
Tunggu ! ( TENANG )
Masih ada suatu hal yang ingin saya katakan, sesuatu yang akan kau kenang di antara waktu kau membunuh dan kau dibunuh. Sebenarnya Oscar Yakob adalah saya bukan Kau !

OSCAR
Omong kosong apa lagi ini ?

SAMUEL
Kaulah Samuel Glaspel.

OSCAR
Gila…Anda gila ! ( ANCAMAN PISTOL )

SAMUEL
Tunggu ! Ketika kau masih kanak-kanak, kau punya saudara pungut. Kau biasa berkejaran di ladang, kau biasa tiduran bersamanya, bertengkar memperebutkan boneka barang mainan. Ketika kau berumur tujuh tahun seseorang yang menunggang kuda datang dari bukit utara dan membawa saudara pungutmu itu pergi. Dan apabila kau menangis mencarinya, ayahmu memukulmu. Apakah kau masih ingat semua itu ?

OSCAR
Ya, saya masih mengingat semua itu dengan baik. ( DATAR )

SAMUEL
Ayahmu meninggalkan ibumu pada tahun berikutnya. Tak lama kemudian ibumu meninggal dunia. Ia tak pernah menceritakan perihal saudara pungutmu itu. Kau lalu pergi ke rumah pamanmu dan akhirnya kau di sana magang pada tukang sepatu.

OSCAR
Cukup ! Anda tak bisa mempesona saya dengan riwayat hidup saya sendiri. Itu tak membuktikan apa-apa. Spion-spion Anda mesti tahu apa saja perihal siapa saya dulu, siapa saya sekarang, bagaimana saya ini dan bagaimana saya itu.

SAMUEL
Ya.. memang cukup semua itu. Seperti kau katakan tadi, itu tak membuktikan apa-apa. Tapi toh kita berdua bersaudara angkat.

OSCAR
Apa buktinya ?



SAMUEL
Ibumu yang baik hati rupanya telah tertarik pada sebuah lelucon yang tak menguntungkan. Ia telah mengirimkan anaknya sendiri agar dibesarkan sebagai anak bangsawan, sedang seorang pangeran yang dititipkan kepadanya untuk melindunginya dari bahaya seorang Jendral Markais telah ia kirim ke Brudenburg, untuk menempuh hidup yang kau..kau sendiri tahu macam bagaimana itu.

OSCAR
Beri saya buktinya.

SAMUEL
Saya tidak akan memberikan ciri atau bukti kepadamu.

OSCAR
Aha..apa lagi sekarang ? Apa lagi yang akan Anda dongengkan kepada saya ?

SAMUEL
Sayalah anak petani itu dan kaulah bangsawan itu. Saya dan kau adalah anak petani itu. Mengertikah kau sekarang, mengapa saya katakan tugasmu itu adalah tugas yang kegila gilaan?

OSCAR
Bohong ! Bohong ! Apa pula tujuan Anda berbohong ?

SAMUEL
Tidak ada.

OSCAR
Apakah Anda mengharapkan saya membuang pistol ini keluar jendela dan memeluk Anda sebagai saudara tua ?

SAMUEL
Saya tak mengharapkan apa-apa. Saya insyaf, saya adalah orang mati yang berbicara dengan orang mati.

OSCAR
Bohong ! Bohong dari puncak sampai ke dasarnya !

SAMUEL
Benar 100%, tak ada alasan bagi saya untuk membohongimu. Kau sendiri yang tadi bertanya, bukan ? Kenapa kau diberikan kesempatan untuk membunuh saya. Apa yang kau rencanakan sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. Samuel Glaspel telah kehilangan keseimbangannya. Saya sesungguhnya ingin bunuh diri. Saya harus mati. Tapi kematian macam apa, saya tidak mengetahuinya. Itulah sebabnya kau datang tidak digeledah. Kaulah yang menjalankan kematian itu.

OSCAR
Itu sajakah alasan anda untuk bertemu dengan saya ?

SAMUEL
Apakah tidak cukup kuat alasan untuk bertemu dengan memberi kematian itu ?

OSCAR
Haih..apalagi yang akan Anda ceritakan ?

SAMUEL
Saya hanya minta agar kau segera menyelesaikan tugasmu. Kecuali kau merasa berat untuk membunuh..saudara angkatmu…Oscar Yakob yang sebenarnya….Apabila demikian halnya, pintu masih terbuka bagimu.

OSCAR ( TAJAM )
Manis Sekali, Mengharukan Sekali. Kembali, dan mengatakan pada seluruh teman-temanku bahwa Oscar Yakob telah melepaskan Samuel Glaspel yang bengis itu dari ujung pistolku karena dia telah menceritakan sebuah cerita anak-anak tentang dua orang saudara angkat yang mengharukan ? Tidak ! ( MENGOKANG PISTOL )


SAMUEL
Bunuh saya kalau begitu !

OSCAR ( MEMBIDIK )
Saya….

SAMUEL
Tembaklah !

OSCAR
Saya tidak bisa. Bagaimanapunjuga ada kemungkinan yang Anda katakan itu benar.
( MELETAKKAN PISTOL ) Bagaimanapun, saya tak dapat hidup kalau itu dusta dan demi Tuhan, saya akan mati kalau itu benar.

SAMUEL
Pendeknya, bagaimanapun juga kita berdua harus mati.

OSCAR
Ya, demikianlah. Tapi aku tak berani bunuh diri. Harus ada jalan keluar, harus ada jalan lain.

SAMUEL
Apakah kau cukup berani untuk minum racun ? Ya, bagus..Lihatlah cincin ini. Kalau saya tekan sebuah pernya, begini, nah..ada tepung yang hebat di bawah akiknya. Lihat ! Kemudian kita undi, salah satu dari kita akan minum racun dan seorang lagi menggunakan pistol. Gampang bukan ?

OSCAR
Ya, sekarang jadinya saya mengetahui tipu muslihat Anda sebenarnya. Bohong ! Setiap kata anda adalah bohong ! Saya bisa menduga dengan jelas anda memang tukang sulap yang licik seperti setan. Tapi saya tak mau diundi dengan orang sejenis anda.




SAMUEL
Pakailah caramu kalau begitu. Lihatlah racun ini. Lebih dari cukup untuk kita berdua. Ambillah anggur sendiri dan bagi dua sendiri dalam dua gelas. Satu untukmu, dan satu lagi berikan pada saya. Dan untuk memuaskan hatimu, biarlah saya yang meminumnya terlebih dahulu.

OSCAR
Anda akan bersikeras sampai saat terakhir, bukan ? Baiklah, kita lihat saja nanti
( MENCAMPUR DAN SEBAGIAN UNTUK SAMUEL GLASPEL )

SAMUEL
Untuk kematian yang nikmat, Saudara Angkatku ( MINUM )

OSCAR
Aha…ternyata Anda memang seorang pemberani ( MENGANGKAT GELAS DAN BERHENTI )
Bagaimana..bagaimana kalau anda saya tinggalkan sekarang ? Bagaimana ?

SAMUEL
Para pengawalku telah saya perintahkan untuk menangkapmu begitu kau keluar.

OSCAR
Dalam hal ini, untuk penebusan dosa-dosa anda, Saudara Angkatku ( MINUM )

SAMUEL
Duduklah !

OSCAR ( DUDUK TAPI TEGANG )
Apakah kita harus menunggu lama ?

SAMUEL
Mungkin lima menit. Itu tadi ramuan tidur yang dinamakan sebagai pelupa diri yang sempurna. Saya percaya bahwa ia bekerja tanpa mendatangkan kesakitan. Saya telah diberi tahu, nanti kita akan menjadi mati perasaan dan indera kita. Apakah kau merasa ngantuk ?

OSCAR
Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( MENATAP TAJAM )

SAMUEL
Angkatlah tanganmu.

OSCAR
Rasanya sangat berat. Apa anda takut mati, Yang Mulia ?

SAMUEL
Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( MENATAP TAJAM )

OSCAR
Sa…saya juga tidak.

SAMUEL
Sekarang gerakan kakumu.

OSCAR
Tak bisa. Aneh…saya merasa….perasaan saya mati.


SAMUEL
Demikian juga saya, Sobat. Dapatkah kau bangkit dari kursimu ?

OSCAR
( PELAN ) Sa...ya...tidak bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa bergerak kalau saya berusaha keras … tetapi saya telah kehilangan kemauan saya …..sssa…ya … merasa sakit, hanya kepala berdenging denging.
SAMUEL
Be…gitukah ? Apakah kau masih mendengar suara saya dengan baik ?

OSCAR
Ya …saya masih medengar.

SAMUEL
Hmmm… he….ehe..he….( TERTAWA PANJANG DAN SINIS )

OSCAR
Katakan demi dosa-dosa Anda, apakah yang Anda ceritakan tadi benar ? Dan benarkah bahwa Samuel Glaspel itu saya sendiri ?

SAMUEL
Demi dosa saya he…he…he ?

OSCAR
Apabila semua itu benar, saya mohon anda bisa memaafkan saya.

SAMUEL
Tak ada yang harus dimaafkan.

OSCAR
( TERASA MENDEKATI AJALNYA ) Terima kasih

SAMUEL
Demi penebusan dosaku, Oskar Yakob, apa yang telah aku ceritakan tadi adalah dusta belaka
( BERTATAPAN ) Aku telah berdusta padamu. Aku bukanlah saudara angkatmu. Engkaulah Oscar Yakob dan aku adalah Samuel Glaspel. Aku telah berdusta padamu.

OSCAR ( BERUSAHA UNTUK BERDIRI MENGAMBILKAN PISTOL, TAPI KEBURU DIREBUT SAMUEL GLASPEL, AKHIRNYA LEMAS )

SAMUEL ( BERDIRI DI DEPANNYA )
Nah, sekarang kau masih bicara, bukan ?

OSCAR
Kau Iblis ! Kau pembohong ! Setidak tidaknya kau tak bisa lolos dariku. Aku tak perlu lagi menghantammu.

SAMUEL TERTAWA PANJANG

OSCAR
Baiklah ejeklah aku ! Aku toh tak dapat menghindarinya.


SAMUEL
Aku tak akan mati Oscar Yakob ( SINIS )

OSCAR
Teapi kau juga minum racun, bukan ? Aku melihatnya. Kau akan mampus Samuel Glaspel !

SAMUEL
Ya, kita berdua minum. Matamu tak pernah lepas dariku. Dan kau belum mau minum sebelum aku menghabiskan minumanku sampai tetes terakhir. Bukankah begitu ?

OSCAR
Aku melihat kau minum apa yang kau minum.

SAMUEL
Begitulah. Ini adalah tipu muslihat Timur. Kalau kau mau tahu, seseorang dalam keadaan terus menerus takut akan diracuni, lama kelamaan, sedikit demi sedikit akan tumbuh kekuatan di dalam dirinya untuk melawan racun yang bagi orang lain menimbulkan kematian. Demikian juga aku. Kebiasaan berhati-hati yang sangat fantastis, sudah menjadi kebiasaanku berhubung jabatanku ini. Setiap saat aku selalu berhati-hati dan bersiap-siap terhadap racun. Kebiasan yang bertahun-tahun itu mendatangkan kekuatan dalam tubuhku. Kau masih mendengar suaraku, bukan ? Inilah gunanya mengetahu pengetahuan Timur. Aku bisa menyombongkan diri padamu bahwa aku bisa menghabiskan dua-tiga gelas lagi tanpa mengalami gangguan apa-apa. Tetapi satu gelas saja sudah dapat membunuhmu ( OSCAR YAKOB BERUSAHA UNTUK MENERKAM TAPI JATUH BERPEGANGAN KURSI ) Tak ada faedahnya, Oscar Yakob. Aku menasehatkan padamu supaya berpegang erat-erat pada kursi itu.

OSCAR ( TERENGAH ENGAH SUARANYA MENINGGI TAPI TERSEDAT )
Kenapa…kenapa kau berbuat begitu padaku Samuel Glaspel ?

SAMUEL
Demi sorga. Saya punya hukum alam dan kau punya hukum alam, bukan ? Kau teroris, kau anarkis, kau juga jagal darah saudara lelakimu ; berjaga di jalanan kota dan mencabut nyawa kerabat dan sahabat-sahabatku…pembela kestabilan negara, pembela kekuatan pemerintah… apakah ini bukan apa-apa ? Apakah tidak ada lagi tuntutan fantastis ? Nah..Tuhan menyerahkan dirimu ke tanganku. Aku alat Tuhan dan bukan Kau, Oscar Yakob. Masihkah kau mendengar aku ?

OSCAR ( BERAT )
Yaa…

SAMUEL
Bagus…bagus satu hal lagi, kenapa aku mau mempertaruhkan nyawa untuk mengambil nyawamu. Kau ingin tahu bukan ? Kenapa aku membiarkan saja kau masuk dengan bebas ke kamar ini ? Kau ingin tahu juga kalau kau masih punya tenaga ? ( TERTAWA ) Sebab ialah karena orang telah mulai mengira bahwa Samuel Glaspel sudah tidak seperti biasanya. Dan aku pun sudah mulai sangsi dengan kecerdikanku sendiri. Maka dari itu, aku ingin menguji diriku sendiri, aku harus melemparkan diriku sendiri ke tengah pusara. Aku harus berhadapan dengan moncong pistolmu itu. Aku seterusnya harus menggencet hidupku dengan hidupmu dalam sebuah perjuangan mati-matian, di mana aku tak punya senjata dan tak mungkin mendapat pertolongan dari siapapun, kecuali ini
( MENUNJUK KE OTAKNYA )

OSCAR
Kau Iblis, bangsat. Kau keparat ( MENYERANG DAN JATUH KE LANTAI )

SAMUEL
Begitu…begitu…sudah tamat, bukan ? Baiklah..baiklah.
( MENGAMBIL ALAS UNTUK MENUTUPI TUBUH OSCAR YAKOB DAN MINUM, KEMUDIAN MEMBUNYIKAN BEL DAN MULAI MENEKUNI LAGI PAPAN CATUR ITU )

VERKA MASUK

VERKA
Apakah Yang Mulia memanggil saya ?

SAMUEL
Panggil Antonio ! Permainan catur akan segera dilanjutkan.

VERKA
Segera, Yang Mulia ( KELUAR )

SAMUEL
Begitu menterinya, kemudian pionnya, tidak. Ya…ya..aku tahu sekarang. Aku dapat akal. Demi sekian penghuni, tidak bisa jalan lagi.

ANTONIO ( MASUK DENGAN KAGUM )
Yang Mulia….Yang Mulia telah menghakimi sendiri orang ini sendiri ?

SAMUEL
Antonio…permainan caturnya kita lanjutkan. Kau lihat langkahku untuk menghindari skak matmu itu. Begini !

ANTONIO ( KAGUM )




S E L E S A I

Denpasar, Selesai Tengah Pagerwesi Tahun Caka 1925

PENISLILIN

Kamis, 21 Februari 2008

>> Naskah monolog karya Dadi Pujiadi Reza <<
PENISLILIN

(KUBURAN. LAMPU SEMPRONG MENYALA DI BAWAH BALE)

SATRIO WELANG MUNCUL MEMAKAI SARUNG SAMBIL MEMBAWA BANTAL LUSUH.

Ketemu? Sudah? Lah, ditanya kok diam aja? Di sini mana mungkin ada? Ngapain pada kumpul-kumpul? Itu yang di pojok hati-hati kelewatan… kalau sudah nge… rasanya kayak naik sepur… ogah ber-he-he-he-nanti…

Sumi.. Sumi…

sipilissipilis rajasinga

ini kapsul kuat

tulang besi otot kawat

dijamin bersih

karena di sunat

lebih penting urat

daripada surat

semobil lewat

sesepur lewat

sekapal lewat…

Jangan tanya saya buat apa di sini… Siapa tak kenal Satrio Welang… nggak berani tanya khan? Mau gua stuut? Saya sudah keliling kemana-mana… nyari anu… Saya cari anu. Anu saya mana? Tempat itu memang harus digusur! Apa-apa di situ mahal. Malah bikin penyakitan lagi… tempat itu sudah sepantasnya digusur…

Lah? Saya lupa anu saya… di mana ya? Barangkali saya sudah terlalu banyak dosa. Halah! Apa tadi? Tentang tempat itu… ya, memang harus digusur… di sana juga ada musik loh… sudah dari kapan saya cari… awalnya saya baru sadar setelah saya datang ke situ… keseringan dikunjungi malah bikin hilang… absurd bukan? Nih, nih saya kasih tahu… ini rahasia…ah, nggak ah jadi mau malu… Ihh, malu ah!

Hah? Di situ? (PINDAH TEMPAT) di sini? Ke kiri lagi? Ke kiri lagi? (MELIHAT KE BAWAH. KECEWA) Iya, kemarin suara tangisnya kedengaran dari dalam sini… tapi saya ubek tetap nggak ada… sedikit ke kiri lagi? Anjrit! Udah, ah. Ngibul melulu luh! Ini bukan nisannya… pohon-pohonnya sudah sama tinggi… pohon beringin tempat saya nangis dulu udah ditebang buat perluasan ya?

LEWAT POCONGAN-POCONGAN BAYI. AWAN. IKAN-IKAN

Semua berawal dari observasi, setelah itu kenal Sumi, Sumi aborsi.

(MEMANGGIL) Kencur! Kencur! Umur 12 saya kenal mbok-mbok pedagang langkoas di pasar… terus lagi enak-enak tidur malah diketeki di dalam selimut sama Dwi, kakak si Slamet koreng…pernah dipantatin Udin tukang gorengan… dirayu Ani pembantu, Suka, Mamat, Luwek, Een,… wah banyak lagi deh… anjrit! Malah kecanduan! Rasanya badan pegel-pegel kalo nggak kena gituan… nggak mau nikah ah…mending pelihara burung… ikan… nangkepin cicak, cacing, kecoa… binatang pantasnya ngasih makan binatang…

Kesenian, puisi, acting, observasi… ya ke tempat wajib digusur itu, diwajibkan sama pemimpinnya ke sana… Cuma lihat-lihat. Ngamatin! Semua kena marah pemimpinnya gara-gara saya ketahuan main… mana tahan kucing di antara tumpukan tongkol… semua teman saya pulang, saya tetap bertahan… menclok sana, menclok sini… saya bintang bertaburan… Satrio Welang…Hohoho…

(NYANYI. NARI. HABIS ITU CIUM PIPI)

Cara salam para atasan kita bisa saja dipungut dari sini… katanya tempat kayak begini lebih dulu ada sebelum lahirnya para nabi…purba banget khan? Itu yang bikin saya makin suka…bye bye…bayarannya ketemu di jembatan...impas ya…salam sama Iril ya…

Setelah ini nggak tega saya ninggalin bakat merayu saya. Puisi biar ajalah… khan masih banyak yang mau lebih susah dari saya…pemimpin saya juga biar saja lah… mati aja luh… sutradara bisanya cuma marah doang… pantatnya kudisan… dia mau semua orang sama kaya dia… seperti dia… suka senewen dan main perintah… pantatnya korengan!

Observasi selesai… saya sudah mau beku di dalam kotak yang saya pilih… warnanya tergantung… namanya juga bisnis manusia, siapa yang tahu warnanya? Bisa berubah-ubah… Satrio Welang… buat saya yang sensitive dan sedikit emosional nggak nyaman rasanya ditolak, walau kadang cuma bersihin air seni pelanggan… di sini malah jadi aktor betulan… Sumi bilang Satrio Welang aktor juga… aktor: akal kotor… sebab sering nyatut bayarannya Sumi…si Sumi itu cerdas loh… dia dulu mahasiswa… tapi droup out gara-gara kecerdasannya itu… masa berani-beraninya Sumi mengkritik dosen-dosen yang sering datang terlambat, padahal dosennya ulang-alik naik sedan…he..he..he.. itu bukan cerita cerdasnya Sumi waktu kuliah dulu khan? Sumi itu sering dikirim ke luar negeri loh… yang lebih ketahuan bahwa Sumi itu cerdas ya ini… Sumi mancur-mancur pilih profesi jadi lonte… nah, cerdas khan Sumi? Lonte itu pekerjaan besik (basic)! Dasar! Dasar Sundel! (TERTAWA)

Ah, ngomongin si Sumi badan jadi pegel-pegel… Sumi di mana ya? Urut-urut Sumi bawa semua milik saya…Halah! Sayang saya nggak punya HP… mau cari Sumi kemana? Mau telpon asoy di tivi juga nggak bisa… masa nonton VCD bokep lagi? Bisa pinjam HP-nya mas? Mbak? Blacui! Nongkrong ah ke depan SD. Anak-anak kecil itu sekarang gantungan tas-nya HP lo… (MEMANGGIL) Sugeng… Sugeng… Kesini! Walah, malah lari… Aku mau HP-mu, aku bukan pedofil… Aku gigit lehermu nanti…

PAUSE

Ini bantalmu

Ini kepala bapak

Bayi-bayi pelacur di air kucuran…

Bayi bayi pelacur di pucuk dahan…

Bayi-bayi pelacur di atap awan…

Semua diaborsi sumi…

Semua mati bersama sumi…

Gusur! Gusur! Tempat itu memang harus digusur!

Guastuut! Balcui! Blacui!

Blacui!

Satrio Welang nih!

Halah! Sekali-kali nggak ingat Sumi kenapa sih!

SUARA GEMURUH GEDUNG RUNTUH. SUARA TANGIS BAYI. LEWAT GEROMBOLAN AWAN, POCONGAN BAYI DAN IKAN-IKAN. SATRIO WELANG MENANGIS.

Itu Sumi, bayi saya dan makanannya… cinta butuh hati bayi dan makanan loh… seperti cinta saya pada Sumi… makanan jiwa-raga… buat bayinya... saya tidak takut apa-apa… saya tidak takut wajahnya tidak mirip wajah saya…atau kakinya cacat karena polio atau jarinya delapan kayak bebek… masa bodo…saya cinta Sumi apa adanya. Saya peluk dia… saya masukkan ke dalam jiwa saya… tapi dia lari lagi ke sana…saya diamkan! Saya tahu bahwa itu memang hidupnya, pekerjaannya…saya suka dangdutan sendiri di dalam selimut kalo Sumi berhari-hari nggak pulang… saya terima! Saya tetap melindungi Sumi… Saya tetap laki-laki yang aman buat Sumi… saya bayar cinta dengan segala pengertian sebagai budak…hingga suatu ketika saya diberitahu Sumi hamil. Saya ikhlas… saya rela merawat anak orang lain yang dikandung Sumi… buat saya selamanya Sumi tetap perawan… saya terima, si Sumi mau tidur dengan saya setelah Sumi mengandung anak orang lain…saya melawan hati setengah mati setengah hidup sampai akhirnya hati saya tunduk, bahwa saya hidup cuma untuk Sumi… berdegup buat Sumi… toh, akhirnya Sumi menaikkan derajat saya dengan memberikan cintanya, tapi dengan syarat: kandungannya harus ia aborsi!

Jangan! Jangan! Saya cinta kamu apa adanya… daging di dalam perutmu itu adalah asbab dari tuhan untukku! Asbab kesadaran bahwa saya punya jawaban dari pertanyaaan siapa bapak bayi itu? Ya saya. Orang yang mencintai ibunya… tapi malah Sumi yang marah… ini bukan anakmu! Ini bukan anakmu! Sumi takut anaknya jadi nanah! Saya sudah yakinkan bahwa rahimnya pasti bersih, buktinya Sumi bisa hamil? Iya khan? Tapi alasannya lagi-lagi itu bukan anakku! (GEMES) Sumi…Itu bukan orang lain! Itu dirimu sendiri! Itu harta tiada bandingnya… (TERIAK) Sumi! Sumi!

TIBA-TIBA MARAH

Sumi ini kuntilanak! Sumi ini bangsat! (HISTERIS) Sumi…

MENANGIS

Jangan bunuh bayi kita… jangan bunuh bayi saya…

PAUSE. TIDURAN

Sekarang Sumi sudah dikerubutin belatung… ingin rasanya saya ikut mati, tapi saya pikir-pikir tak perlulah… saya kepingin semua orang tahu kisah Sumi… kalo saya ikut mati siapa dong yang ngisahin cerita ini?

KAGET

Apa? Sudah ketemu? Sudah! Ini di bawah! Ya ini! Bukan, bukan yang itu… saya yakin ini… saya kenal gundukannya… ini kuburnya… si Sati TBC sama Imran yang mati ditusuk preman ngamuk juga dikubur di sini khan?

TERTAWA

Di dalam orang mati kayak tinggal di rusun… bertumpuk…

Sumi.. Sumi

sipilissipilis rajasinga

si Sumi nolak bayi

Sumi, Sumi, aborsi

Sumi Sumi

Sumi sudah pergi

Sumi Sumi

Gara-gara aborsi

Sumi Sumi

Anu saya kau bawa mati…

SATRIO WELANG MENGELUARKAN JURUS-JURUS ANDALANNYA. LALU MENGAMUK SENDIRI….

Belum selesai…

Denpasar, 23 Nov 2006 - …..



Dadi Pujiadi Reza
* Sekarang masih bergiat di Teater Populer Jakarta, sempat singgah di Bali dari tahun 2003 hingga 2007 dan membina teater La Jose SMAK Santo Josep Denpasar. Mendirikan Teater LAH Denpasar pada tahun 2005.




Kasir Kita

Minggu, 17 Februari 2008

Sebuah Naskah Monolog
Karya : Arifin C Noer


Setting :
Ruang tengah dari sebuah ruang yang cukup menyenangkan, buat suatu keluarga yang tidak begitu rakus. Lumayan keadaannya, sebab lumayan pula penghasilan si pemiliknya. Sebagai seorang kasir di sebuah kantor dagang yang lumayan pula besarnya. Kasir kita itu bernama :
Misbach Jazuli
Sandiwara ini ditulis khusus untuk latihan bermain. Sebab itu sangat sederhana sekali. Dan sangat kecil sekali. Dan sandiwara ini kita mulai pada suatu pagi. Mestinya pada suatu pagi itu ia sudah duduk dekat kasregisternya di kantornya, tapi pagi itu ia masih berada di ruang tengahnya, kelihatan lesu seperti wajahnya.
Tas sudah dijinjingnya dan ia sudah melangkah hendak pergi. Tapi urung lagi untuk yang kesekian kalinya. Dia bersiul sumbang untuk mengatasi kegelisahannya. Tapi tak berhasil.

Saudara-saudara yang terhormat. Sungguh sayang sekali, sandiwara yang saya mainkan ini sangat lemah sekali. Pengarangnya menerangkan bahwa kelemahannya, maksud saya kelemahan cerita ini disebabkan ia sendiri belum pernah mengalaminya; ini. Ya, betapa tidak saudara? Sangat susah.

Diletakkannya tasnya
Saya sangat susah sekali sebab istri saya sangat cantik sekali. Kecantikannya itulah yang menyebabkan saya jadi susah dan hampir gila. Sungguh mati, saudara. Dia sangat cantik sekali. Sangat jarang Tuhan menciptakan perempuan cantik. Disengaja. Sebab perempuan-perempuan jenis itu hanya menyusahkan dunia. Luar biasa, saudara. Bukan main cantiknya istri saya itu. Hampir-hampir saya sendiri tidak percaya bahwa dia itu istri saya.

Saya berani sumpah! Dulu sebelum dia menjadi istri saya tatkala saya bertemu pandang pertama kalinya disuatu pesta berkata saya dalam hati : maulah saya meyobek telinga kiri saya dan saya berikan padanya sebagai mas kawin kalau suatu saat nanti ia mau menjadi istri saya. Tuhan Maha Pemurah. Kemauan Tuhan selamanya sulit diterka. Sedikit banyak rupanya suka akan surpraise.

Buktinya? Meskipun telinga saya masih utuh, toh saya telah berumah tangga dengan Supraba selama lima tahun lebih.
Aduh cantiknya.
Saya berani mempertaruhkan kepala saya bahwa bidadari itu akan tetap bidadari walaupun ia telah melahirkan anak saya yang nomer dua, saya hampir tidak percaya pada apa yang saya lihat. Tubuh yang terbaring itu masih sedemikian utuhnya. Caaaaannnnttiiik.
Ah kata cantikpun tak dapat pula untuk menyebutkan keajaibannya. Cobalah. Seandainya suatu ketika gadis-gadis sekolah berkumpul dan istri saya berada diantara mereka, saya yakin, saudara-saudara pasti memilih istri saya, biarpun saudara tahu bahwa dia seorang janda.

Lesu.
Ya, saudara. Kami telah bercerai dua bulan lalu. Inilah kebodohan sejati dari seorang lelaki. Kalau saja amarah itu tak datang dalam kepala, tak mungkin saya akan sebodoh itu menceraikan perempuan ajaib itu.

Semua orang yang waras akan menyesali perbuatan saya, kecuali para koruptor, sebab mereka tak mampu lagi menyaksikan harmoni dalam hidup ini. Padahal harmoni adalah keindahan itu sendiri. Dan istri saya, harmonis dalam segala hal. Sempurna.
Menarik napas.
Bau parfumnya! Baunya! Seribu bunga sedap malam di kala malam, seribu melati di suatu pagi. Segar, segar!
Telepon berdering.
Itu dia! Sebentar (ragu-ragu)
Selama seminggu ini setiap pagi ia selalu menelpon. Selalu ditanyakannya :”Sarapan apa kau, mas” Kemarin saya menjawab :”Nasi putih dengan goreng otak sapi”
Pagi ini saya akan menjawab .....

Mengangkat gagang telepon
Misbach Jazuli disini. Hallo? Hallo! Halloooo!
Meletakkan pesawat telepon
Salah sambung. Gilaa! Saya marah sekali. Penelpon itu tak tahu perasaan sama sekali.
Tiba-tiba
Oh ya! Jam berapa sekarang?

Gugup melihat arloji
Tepat! Delapan seperempat. Saya telah terlambat tiga perempat jam. Maaf saya harus ke kantor. Lain kali kita sambung cerita ini atau datanglah ke kantor saya, PT Dwi Warna di jalan Merdeka. Tanyakan saja disana nama saya, kasir Jazuli. Maaf. Sampai ketemu.

Melangkah cepat. Sampai di pintu sebentar ia ragu. Tapi kemudian ia terus juga.
Agak lama, kasir kita masuk lagi dengan lesu.

Mudah mudahan perdagangan internasional dan perdagangan nasional tidak terganggu meskipun hari ini saya telah memutuskan tidak masuk kantor.
Tidak, saudara! Saudara tidak bisa seenaknya mencap saya punya bakat pemalas. Saudara bisa bertanya kepada pak Sukandar kepala saya, tentang diri Misbah Jazuli.

Tentu pak Sukandar segera mencari kata-kata yang terbaik untuk menghormati kerajinan dan kecermatan saya. Kalau saudara mau percaya, hari inilah hari pertama saya membolos sejak enam tahun lebih saya bekerja di PT Dwi Warna.
Seperti saudara saksikan sendiri badan saya sedemikian lesunya, bukan? Tuhanku! Ya, hanya Tuhanlah yang tahu apa yang terjadi dalam diri saya. Saya rindu pada istri saya dan sedang ditimpa rasa penyesalan dan saya takut masuk kantor berhubung pertanggung jawaban keuangan....

Telepon berdering.
Sekarang pasti dia! (Menuju pesawat telepon)
Saya sendiri tidak tahu kenapa selama seminggu ini ia selalu menelpon saya.
Apa mungkin ia mengajak rukun dan rujuk kembali...tak tahulah saya. Saya sendiri pun terus mengharap ia kembali dan, tapi tidak! Saya tak boleh menghina diri sendiri begitu bodoh! Bukan saya yang salah. Dia yang salah. Yang menyebabkan peristiwa perceraian ini bukan saya tapi dia. Dia yang salah. Sebab itu dia yang selayaknya minta maaf pada saya. Ya, dia harus minta maaf.

Toch saya laki-laki berharga : saya punya penghasilan yang cukup.
Laki-laki gampang saja menarik perempuan sekalipun sudah sepuluh kali beristri. Pandang perempuan dengan pasti, air muka disegarkan dengan sedikit senyum, dan suatu saat berpura-pura berpikir menimbang kecantikannya dan kemudian pandang lagi, dan pandang lagi, dan jangan sekali kali kasar, wajah lembut seperti waktu kita berdoa dan kalau perempuan itu menundukkan kepalanya berarti laso kita telah menjerat lehernya. Beres!
Nah, saya cukup punya martabat, bukan? Dan lagi dia yang salah! Ingat, dia yang salah. Nah, saudara tentu sudah tahu tentang sifat saya. Saya sombong seperti umumnya laki-laki dan kesombongan saya mungkin juga karena sedikit rasa rendah diri, tidak! Bukankah saya punya tampang tidak begitu jelek?

Telepon berdering lagi.
Pasti isteri saya (Menarik napas panjang)
Saya telah mencium bau bedaknya. Demikian wanginya sehingga saya yakin kulitnya yang menyebabkan bedak itu wangi. Oh, apa yang sebaiknya saya katakan?
Tidak! Saya harus tahu harga diri. Kalau dia ku maafkan niscaya akan semakin kurang ajar. Saudara tahu? Mengapa semua ini bisa terjadi? Oh, kecantikan itu! Ah! Bangsat! Selama ini saya diusiknya dengan perasaan-perasaan yang gila. Bangsat!

Saudara tahu? Dia telah berhubungan lagi dengan pacarnya ketika di SMA! Ya, memang saya tidak tahu benar, betul tidaknya prasangka itu. Tapi cobalah bayangkan betapa besar perasaan saya. Suatu hari secara kebetulan saya pulang dari kantor lebih cepat dari biasanya dan apa yang saya dapati? Laki-laki itu ada di sini dan sedang tertawa-tawa. Dengar! Tertawa-tawa. Ya, Tuhan. Cemburuku mulai menyerang lagi. Perasaan cemburu yang luar biasa.

Telepon berdering lagi.
Pasti dia.

Mengangkat gagang telepon.
Misbach Jazuli di sini, hallo?

Segera menjauhkan pesawat telepon dari telinganya.
Inilah ular yang menggoda Adam dahulu. Perempuan itu menelepon dalam keadaan aku begini. Jahanam! (kasar) Ya, saya Jazuli, ada apa? Nanti dulu. Jangan dulu kau memakai kata-kata cinta yang membuat kaki gemetar itu! Dengar dulu! Apa perempuan biadap! Kau telah menghancurkan kejujuranku! Dengarkan! Kau telah menghancurkan kejujuranku! Dengarkan! Kau telah menyebabkan semuanya semakin berantakan dan membuat aku gelisah dan takut seperti buronan!

Meletakkan pesawat dengan marah.
Betapa saya marah. Sesudah beberapa puluh juta uang kantor saya pakai berpoya-poya, apakah ia mengharap saya mengangkat lemari besi itu ke rumahnya. Gila!

Ya, saudara. Saya telah berhubungan dengan seorang perempuan, beberapa hari setelah saya bertengkar di pengadilan agama itu. Saya tertipu. Uang saya ludes, uang kantor ludes. Tapi saya masih bisa bersyukur sebab lumpur itu baru mengenai betis saya. Setengah bulan yang lalu saya terjaga dari mimpi edan itu. Betapa saya terkejut, waktu menghitung beberapa juta uang kantor katut. Dan sejak itulah saya ingat isteri saya. Dan saya mendengar tangis anak-anak saya. Tambahan lagi isteri saya selalu menelepon sejak seminggu belakangan ini.
Tuhanku! Bulan ini bulan Desember, beberapa hari lagi kantor saya mengadakan stock opname. Inilah penderitaan itu.
Memandang potret di atas rak buku.
Sejak seminggu yang lalu saya pegang lagi potret itu. Tuhan, apakah saya mesti menjadi penyair untuk mengutarakan sengsara badan dan sengsara jiwa ini?
Apabila anak-anak telah tidur semua, dia duduk di sini di samping saya. Dia membuka-buka majalah dan saya membaca surat kabar. Pabila suatu saat mata kami bertemu maka kami pun sama-sama tersenyum. Lalu saya berkata lembut : “Manis, kau belum mengantuk?” Wajahnya yang mentakjubkan itu menggeleng-geleng indah dan manis sekali. Dia berkata, juga dengan lembut : “Aku hanya menunggu kau, mas” Saya tersenyum dan saya berkata lagi : “Aku hanya membaca koran, manis” Dan lalu ia berkata : “ Aku akan menunggui kau membaca koran, mas” Kemudian kami pun sama-sama tersenyum bagai merpati jantan dan betina.

Kubelai rambutnya yang halus mulus itu. Duuh wanginya. Nyamannya. Lautan minyak wangi yang memingsankan dan membius sukma. Apabila dia berkata seraya menengadah “Mas”. Maka segera kupadamkan lampu di sini dan lewat jendela kaca kami menyaksikan pekarangan dengan bunga-bunga yang kabur, dan langit biru bening dimana purnama yang kuning telor ayam itu merangkak-rangkak dari ranting keranting.

Tiba-tiba ganti nada.
Hah, saya baru saja telah menjadi penyair cengeng untuk mengenang semua itu. Tidak-tidak! Laki-laku itu ............, sebentar. Saya belum menelepon ke kantor bukan ? Sebentar.

Diangkatnya pesawat telepon itu ! memutar nomornya.
Hallo, minta 1237 utara. Hallo ! ....... Saudara Anief ... ? Kebetulan .... Ya, ya, mungkin pula influenza. (batuk-batuk-dan menyedot hidungnya) Yang pasti batuk dan pilek. Saudara....ya?....Ya, ya saudara Anief, saya akan merasa senang sekali kalau saudara sudi memintakan pamit saya kepada pak Sukandar....Terima kasih...Ya? Apa? Saudara bertemu dengan isteri saya disebuah restoran?

Nada suaranya naik.
Apa? Dengan laki-laki? (menahan amarahnya) Tentu saja saya tidak boleh marah, saudara. Dia bukan istri saya. Ya, ya...Hallo! Ya, jangan lupa pesan saya pada pak Sukandar.
(batuk dan menyedot hidungnya lagi) Saya sakit. Ya, pilek. Terima kasih.

Meletakan pesawat telepon.
Seharusnya saya tak boleh marah. Bukankah dia bukan isteri saya lagi? Ah, persetan : pokoknya saya marah! Persetan : cemburuan kumat lagi? Ah, persetan! Saudara bisa mengira apa yang terdapat dalam hati saya. Saudara tahu apa yang ingin saya katakan pada saudara? Saya hanya butuh satu barang, saudara. Ya, benar-benar saya butuh pistol, saudara. Pistol. Saya akan bunuh mereka sekaligus. Kepala mereka cukup besar untuk menjaga agar peluru saya tidak meleset dari pelipisnya.

Nafasnya sudah kacau.
Kalau mayat-mayat itu sudah tergeletak di lantai, apakah saudara pikir saya akan membidikkan pistol itu ke kening saya? Oh, tidak! Dunia dan hidup tidak selebar daun kelor, saudara! Sebagai orang yang jujur dan jangan lupa saya adalah seorang ksatria dan sportif, maka tentu saja secara jantan saya akan menghadap dan menyerahkan diri pada pos polisi yang terdekat dan berkata dengan bangga dan herooik : “Pak saya telah menembak Pronocitra dan Roro Mendut.”

Tentu polisi itu akan tersenyum. Dan kagum campur haru. Dan bukan tidak mungkin ia akan memberi saya segelas teh. Dan baru setelah itu membawa saya ke dalam sebuah sel yang pengap.
Hari selanjutnya saya akan diperiksa. Ya, diperiksa. Lalu diadili. Ya, diadili. Saudara tahu apa yang hendak saya katakan pada hakim? Kepada hakim, kepada jaksa, kepada panitera dan kepada seluruh hadirin akan saya katakan bahwa mereka pengganggu masyarakat maka sudah sepatutnya dikirim ke neraka jahanam. Bukankah bumi ini bumi Indonesia yang ketentramannya harus dijaga oleh setiap warganya?
Saudara pasti tahu seperti saya pun tahu hakim yang botak itu akan berkata seraya menjatuhkan palunya : “Seumur hidup di Nusa Kambangan!”
Pikir saudara saya akan pingsan mendengar vonis semacam itu? Ooo, tidak saudara. Saya akan tetap percaya pada Tuhan. Tuhan lebih tahu daripada Hakim yang botak dan berkaca mata itu.

Lagi pula saya sudah siap untuk dibawa ke Nusa Kambangan. Di pulau itu saya hanya akan membutuhkan beberapa rim kertas dan pulpen. Ya, saudara. Saya akan menjadi pengarang. Saya akan menulis riwayat hidup saya dan proses pembunuhan itu yang sebenarnya, sehingga dunia akan sama membacanya. Saya yakin dunia akan mengerti letak soal yang sejati. Dunia akan menangis. Perempuan-perempuan akan meratap.

Dan seluruh warga bumi ini akan berkabung sebab telah berbuat salah menghukum seseorang yang tak bersalah. Juga saya yakin hakim itu akan mengelus-elus botaknya dan akan mengucurkan air matanya sebab menyesal dan niscaya dia akan membuang palunya ke luar. Itulah rancangan saya.

Saya sudah berketetapan hati. Saya sudah siap betul-betul sekarang. Siap dan nekad. Ooo, nanti dulu. Saya ingat sekarang. Saya belum punya pistol. Dimana saya bisa mendapatkannya? Inilah perasaan seorang pembunuh. Dendam dendam yang cukup padat seperti padatnya kertas petasan. Dahsyat letusannya. Saya ingat Sherlocks Holmes sekarang. Agatha Christi, Edgar Allan Poe. Sekarang saya insaf. Siapapun tidak boleh mencibirkan segenap pembunuh. Sebab saya kini percaya ada berbagai pembunuh di atas dunia ini. Dan yang ada di hadapan saudara, ini bukan pembunuh sembarang pembunuh. Jenis pembunuh ini adalah jenis pembunuh asmara.

Nah, saya telah mendapatkan judul karangan itu.
“Pembunuh Asmara” Lihatlah dunia telah berubah hanya dalam tempo beberapa anggukan kepala. Persetan! Dimana pistol itu dapat saya beli? Apakah saya harus terbang dulu ke Amerika, ke Dallas? Tentu saja tidak mungkin. Sebab itu berarti memberikan mereka waktu untuk melarikan diri sebelum kubekuk lehernya.

Oh, betapa marah saya. Darah seperti akan meledakan kepala saya. Betapa! Sampai-sampai saya ingin menyobek dada ini. Oh,...saya sekarang merasa bersahabat dengan Othello. Saudara tentu kenal dia, bukan? Dia adalah tokoh pencemburu dalam sebuah drama Shakespeare yang terkenal.
Othello. Dia bangsa Moor sedang saya bangsa Indonesia, namun sengsara dan senasib akibat kejahilan cantiknya anak cucu Hawa.

Telepon berdering! Seperti seekor harimau ia!
Itu dia.

Mengangkat pesawat telepon dengan kasar.
Hallo!!! Ya, disini Jazuli !! Kasir !! Ada apa?

Tiba-tiba berubah.
Oh,...maaf pak. Pak Sukandar, kepala saya. Maaf, pak. Saya kira isteri saya. Saya baru saja marah-marah...Ya, ya memang saya...Ya, ya.

Tertawa.
Ya, pak...

Batuk-batuk. Menyedot hidungnya.
Influenza... Ya, mudah-mudahan..Ya, pak....Ya.
Saudara, dengarlah. Dia mengharap saya besok masuk kantor untuk pemberesan keuangan....Ya?..Insya Allah, pak..Ada pegawai baru?..Siapa, pak? Istri saya, pak?

Tertawa.
Ya, pak...

Batuk-batuk dan menyedot hidungnya.
Ya, pak. Terima kasih. Terima kasih, pak. Besok.

Meletakan pesawat telepon.
Persetan! Saya yakin istri saya pasti kehabisan uang sekarang. Apakah saya mesti mengasihani dia? Tidak! Saya mesti membunuhnya.

Seakan menusukkan pisau.
Singa betina! Ya, sebaiknya dengan pisau saja, pisau.

Telepon berdering.
Persetan! Sekarang pasti dia.

Mengangkat telepon.
Kasir disini! Kasir PT Dwi Warna! Apa lagi! Jahanam! Ular betina yang telah menjadikan aku koruptor itu! Jangan bicara apa-apa! Tutup mulutmu! Mulutmu bau busuk! Aku bisa mati mendengar kata-katamu lewat telepon! Cari saja laki-laki lain yang hidungnya besar. Penggoda bah! Cari yang lain! Toch kau seorang petualang!

Meletakan pesawat telepon.
Jahanam! Apakah saya mesti membunuh tiga orang sekaligus dalam seketika? O, ya. Tadi saya sudah memikirkan pisau. Ya, pisaupun cukup untuk menghentikan jantung mereka berdenyut. (geram). Sayang sekali. Pengarang sandiwara ini bukan seorang pembunuh sehingga hambarlah cerita ini.
Tapi tak apa. Toch saya sudah cukup marah untuk membunuh mereka. Namun sebaiknya saya maki-maki dulu alisnya yang nista itu. Saya harus meneleponnya!

Mengangkat telepon.
Kemana saya harus menelepon? Tidak! (meletakan telepon)
Lebih baik saya rancangkan dulu secara masak-masak semuanya sekarang. Demi Allah, saudara mesti mengerti perasaan saya. Bilanglah pada isteri saudara-saudara : “Manis, jagalah perasaan suamimu, supaya jangan bernasib seperti Jazuli.”
Ya, memang saya adalah laki-laki yang malang. Tapi semuanya sudah terlanjur. Sayapun telah siap. Dengan menyesal sekali saya akan menjadi seorang pembunuh dalam sandiwara ini.

Seperti mendengar telepon berdering.
Hallo? Jazuli disini. Jazuli (sadar)
Saya kira berdering telepon tadi. Nah, saudara bisa melihat keadaan saya sekarang. Mata saya betul-betul gelap. Telinga saya betul-betul pekak. Saya tidak bisa lagi membedakan telepon itu berdering atau tidak. Artinya sudah cukup masak mental saya sebagai seorang pembunuh.
Tapi seorang pembunuh yang baik senantiasa merancangkan pekerjaan dengan baik pula seperti halnya seorang kasir yang baik. Mula-mula, nanti malam tentu, saya masuki halaman rumahnya. Saya berani mempertaruhkan separuh nyawa saya, pasti laki-laki itu ada disana. Dalam cahaya bulan yang diterangi kabut : ..Saya bayangkan begitulah suasananya.
Bulan berkabut, udara beku oleh dendam, sementara belati telah siap tersembunyi di pinggang dalam kemeja, saya ketok pintu serambinya.
Mereka pasti terkejut. Lebih-lebih mereka terkejut melihat pandangan mata saya yang dingin, pandangan mata seorang pembunuh.
Untuk beberapa saat akan saya pandangi saja mereka sehingga badan mereka bergetaran dan seketika menjadi tua karena ketakutan. Dan sebelum laki-laki itu sempat mengucapkan kalimatnya yang pertama, pisau telah tertancap di usarnya. Dan pasti isteri saya menjerit, tapi sebelum jerit itu cukup dapat memanggil tetangga-tetangga maka belati ini telah bersarang dalam perutnya. Tentu. Saya akan menarik nafas lega. Kalau mayat-mayat itu telah kaku terkapar di lantai, saya akan berkata : “Terpaksa. Jangan salahkan saya. Keadilan menuntut balas.”

Tiba-tiba pening di kepala.
Tapi kalau sekonyong-konyong muncul kedua anak saya? Ita dan Imam? Kalau mereka bertanya : “Pak, ibu kenapa pak? Pak, ibu pak?

Memukul-mukul kepalanya.
Tuhanku!

Duduk.
Dia melamun sekarang. Dua orang anaknya, Ita dan Imam, 5 dan 4 tahun menari-nari disekelilingnya. Di ruang tengah itu dengan sebuah nyanyian kanak-kanak : Bungaku.
Saudara-saudara bisa merasakan hal ini? Mereka sangat manisnya. Lihatlah. Saya tidak bisa lagi marah. Saya pun tak bisa lagi peduli pada apa saja selain kepada anak-anak yang manis itu. Saya tidak tahu lagi apakah isteri saya cantik apakah tidak. Saya tidak tahu lagi apakah laki-laki itu jahanam apakah tidak.
Saya hanya tahu anak-anak itu sangat manisnya. Betapa saya ingin melihat lagi bagaimana mereka tertawa. Tak ada yang lain mutlak harus dipertahankan kecuali anak-anak itu. Saudara-saudara mengerti maksud saya? Apakah hanya karena cemburu saya mesti merusak kembang-kembang yang telah bermekaran itu?
Balerina-balerina kecil itu menari bagai malaikat-malaikat kecil.
Semangat hidup yang sejati dan keberanian yang sejati timbul dalam diri begitu saya ingat Ita dan Imam anak-anak saya. Seakan mereka berkata : “Pak susulah ibu, pak. Pak, ke kantorlah, pak.”
Ya, Ita. Ya, Imam.
Malaikat-malaikat kecil itu gaib menjelma udara.
Saya harus pergi ke kantor. Akan saya katakan semuanya pada pak Sukandar. Saya akan mengganti uang itu setelah besok saya jual beberapa barang dalam rumah ini. Setelah semua beres saya akan mulai lagi hidup dengan tenang dan tawakal kepada Tuhan. Hari ini hari Jumat, di masjid setelah sembahyang saya akan minta ampun kepada Allah.
Saya tak mau tahu lagi apakah laki-laki Rahwana atau bukan. Saya tak mau tahu lagi apakah Sinta itu serong atau tidak. Saya tidak peduli. Tuhan ada dan laki-laki yang macam itu dan perempuan itu ada dalam hidup saya. Semuanya harus saya hadapi dengan arif, sebab kalau tidak Indonesia akan hancur berhubung saya menelantarkan anak-anak saya, Ita dan Imam.

Telepon berdering.
Jahanam! Kalau saudara mau percaya, inilah sundal itu. Setiap kali saya tengah berpikir begini, jahanam itu menelpon saya.

Telepon berdering lagi.
Jahanam! Inilah sundal itu sesudah uang kantor ludes, apakah ia mengharap rumah ini dijual.

Mengangkat pesawat telepon.
Ya, Misbach Jazuli

Tersirap darahnya.
Saudara, jantung saya berdebar seperti kala duduk di kursi pengantin. Demi Tuhan, tak salah ini adalah suara istri saya. Oh saya telah mencium bau bedaknya. Hutan mawar dan hutan anggrek. Ya, manis. Saya sendiri. Saya yakin dia pun sepikiran dengan saya. Saya akan mencoba menyingkap kenangan lama.
Hallo?..Tentu...Tentu. kenapa kau tidak menelepon tadi? Ya...ke kantor, bukan? Memang saya agak flu dan batuk-batuk.
(akan batuk tapi urung) ...Ya, manis. Kau ingat laut, pantai, pasir, tikar, kulit-kulit kacang..ah, indah sekali bukan?...Tentu...Tentu...He...?...Bagaimana?....Kawin? Kau?...Segera?
Lihatlah, niat baik selamanya tidak mudah segera terwujud. Apa?...Apa? Ha??? Saudara, gila perempuan itu. Apakah ini bukan suatu penghinaan? Dia mengharap agar nanti sore saya datang ke rumahnya untuk melihat apakah laki-laki calon suaminya itu cocok atau tidak baginya. Gila. Hmm, rupanya laki-laki yang dulu itu cuma iseng saja. Ya, tentu..bisa!

Meletakan pesawat dengan kasar.
Jahanam. Saudara tentu mampu merasakan apa yang saya rasakan. Beginilah, kalau pengarang sandiwara ini belum pernah mengalami peristiwa ini. Beginilah jadinya. Saya sendiri pun jadi bingung untuk mengakhiri cerita ini.
(tiba-tiba) Persetan pengarang itu! Jam berapa sekarang? Persetan semuanya! Yang penting saya akan ke kantor meski sudah siang. Dari kantor saya akan langsung ke masjid. Dari masjid langsung ke rumah mertua saya. Langsung saya boyong semuanya. Anak-anak itu menanti saya. Persetan! Sampai ketemu. Selamat siang.

Melangkah seraya menyambar tasnya. Tiba-tiba berhenti. Setelah mengeluarkan sapu tangan, batuk-batuk dan menyedot hidungnya.
Saya influenza, bukan ?

SELESAI


>>Hari Raya Saraswati November 2003
Diketik ulang oleh Giri Ratomo
Kelompok Satu Kosong Delapan Bali






Cinta, Alat Kelamin, dan Organ Reproduksi

Senin, 14 Januari 2008

Kalian boleh menyebut saya seorang feminist yang ekstrim, atau seorang perempuan yang anti laki-laki..

Tapi sebelum kalian terlanjur mencap saya dengan sebutan-sebutan diatas dan mendeskreditkan pemikiran saya, cobalah jujur terhadap diri kalian sendiri tentang hal-hal akan saya kemukakan pada tulisan ini.. dan renungkan..

Cinta, sebuah kata yang begitu sederhana.. karena sebuah kata “cinta” kalian akan menemukan seribu headline di surat kabar mengenai pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, bunuh diri, dll… nyaris semua kejahatan hadir di keseharian kita lahir dari sebuah alasan bernama “cinta”.

Cinta, alat kelamin, organ reproduksi..
Kenapa alat kelamin dan organ reproduksi? Apa hubungan cinta dengan alat kelamin?
Berapa banyak perempuan yang ditinggalkan oleh pacarnya karena sang pacar mengetahui bahwa perempuan tersebut ternyata sudah tidak perawan lagi? Berapa banyak istri yang diceraikan oleh suaminya pada saat pernikahan mereka baru saja menginjak malam pengantin karena sang istri ternyata sudah tidak perawan lagi pada malam sakral tersebut? Berapa banyak suami yang selingkuh hanya karena sang istri kurang mampu memuaskan nafsu seksual mereka di tempat tidur?

Apa hubungan cinta dengan alat reproduksi?
Berapa banyak istri yang diceraikan oleh sang suami karena istrinya tidak mampu menghadirkan keturunan? Berapa banyak perempuan yang dijadikan istri kedua oleh laki-laki hanya karena alasan “istri pertamaku mandul”??
Silahkan renungkan pertanyaan-pertanyaan dari fakta yang terjadi diatas..

Perempuan, seperti apapun hebatnya akan selalu dibawah laki-laki.. dan “cinta” adalah alat kaum lelaki untuk menaklukkan perempuan… atas nama “cinta” seorang laki-laki bisa memaksa pacarnya untuk menyerahkan keperawanannya sebagai bukti atas cinta mereka.. atas nama “cinta” sepasang kekasih memilih untuk melakukan bunuh diri bersama hanya karena cinta mereka tidak direstui oleh orang tua. Atas nama “cinta” janin-janin tidak bersalah digugurkan karena pasangan tersebut tidak berani bertanggung jawab atas hasil hubungan seks mereka?

Sekarang, tolong ijinkan saya bertanya..
Berapa banyak lelaki yang mau menikahi perempuan yang secara medis dinyatakan “tidak subur”? berapa banyak lelaki yang mau menikahi seorang perempuan yang alat kelaminnya cacat/rusak akibat kecelakaan/pemerkosaan?
Jawabannya : nyaris tidak ada…

Maka, jangan salahkan saya bila saya berpendapat bahwa “cinta” hanya hal seputar alat kelamin dan organ reproduksi saja…
Saya tidak mengajak anda untuk memiliki pendapat yang sama saya tentang “cinta”.. saya hanya sekedar menulis apa yang saya lihat dan saksikan di kehidupan nyata..
Seandainya kehadiran “cinta” di kehidupan anda membawa kebahagiaan.. maka bersyukurlah.. karena keberadaan “cinta” di kehidupan banyak orang justru hanya membawa dilema...

di tulis oleh
becomes_blurry@yahoo.com
May 23, 2007

Survey buat nambah penghasilan